kasih-ibu

 

M.T Dharmawan

Pasar 16 Ilir Palembang 30 November 2012

 

Pedih, seolah ada pisau yang menyayat di hati. Aku merasakannya ketika untuk kedua kalinya aku membaca tulisan salah seorang teman. Kali ini tulisan bercerita tentang kisah nyata seorang anak jalanan yang sering mengamen di kawasan Pasar 16.

Banyak hal yang kudapat dari tulisan ini. Sedemikian banyak sehingga sulit diungkap satu demi satu. Bukan hanya pelajaran tentang kehidupan anak jalanan di Palembang. Melainkan lebih pada kerinduannya pada sang Ibu. Dalam tulisan tersebut, si anak jalanan -sebut saja namanya Baga- merindukan kehadiran Ibunya yang belum pernah dijumpai sejak dia lahir sampai berumur 6 tahun. Saking besar keinginannya untuk menemukan Ibu tersebut, Baga meninggalkan panti asuhan dan pergi untuk mencari Ibunya.

Kenyataan ini semakin membuat hatiku pedih, menorehkan luka yang teramat dalam sehingga menimbulkan genangan kecil air yang kemudian mengalir perlahan di kedua pipiku. Kubayangkan Baga, seorang anak berumur 6 tahun, berjalan sendirian di jalan, tanpa orang tua, tanpa teman. Hanya karena kerinduannya untuk menemukan sang Ibu. Sampai suatu ketika Baga menuliskan surat kepada Ibunya, ketika temanku memberi pelatihan menulis kepada anak-anak jalanan tersebut. “…Ibu, di manakah kau berada saat ini, tidakkah Ibu merindukan Baga. Ibu, Baga kangen, ingin bertemu Ibu. Baga ingin minta mainan mobil-mobilan dan bisa sekolah seperti teman-teman. Baga mau jalan-jalan dengan Ibu ke mall dan makan di restoran kentucky..”

Duhai, betapa pedihnya untaian kalimat yang dituliskan oleh Baga yang merupakan cerminan kerinduannya pada kehadiran sang Ibu. Sampai dia melukiskan dalam bentuk surat yang ditulis tidak hanya sekali, melainkan berulang kali. Semuanya bertema sama, tentang kerinduannya pada seorang sosok bernama Ibu.

Refleks aku mengambil foto di dompetku. Sebuah foto yang tidak tergantikan kedudukannya sejak Oktober 2003 yang lalu. Sebuah foto bertiga, aku, ibu bapak dan ketiga saudariku. Sambil memandangi foto tersebut aku merasakan betapa beruntungnya aku dibanding dengan Baga. Aku memiliki seorang Ibu dan ibu yang selalu ada untukku.

Walaupun rambut putih sudah mulai menemani rambut hitam yang mereka punya, namun mereka masih selalu dan selalu bisa nyambung ketika berbincang denganku. Walaupun sudah 16 tahun umurku, namun mereka masih selalu mengkhawatirkan aku seperti halnya ketika aku kecil. Bahkan seringkali, ketika aku pulang ke rumah. Ibuku akan menemani aku di kamar sampai aku tertidur, dan barulah beliau akan beranjak keluar dari kamarku setelah terlebih dahulu membenarkan letak selimutku dan mematikan lampu kamarku.

Dan kerinduanku pada kedua orang tuaku menyeruak hadir tanpa kusadari ketika aku membaca kisah perjalanan seorang Baga. Jika Saja aku tidak tinggal di asrama, tentu aku sudah bergegas untuk pulang untuk menemui mereka.

Aku mengobati kerinduanku dengan dua hal. Pertama, aku meraih Hp di meja belajarku dan mulai mengirimkan sms ke Ibukku. Sebuah kegiatan yang sangat jarang kulakukan. Kedua, aku berdoa kepada Allah supaya mengampuni dan menyayangi mereka serta membuat mereka berbahagia dunia akhirat.

Setelah melakukan dua hal tersebut, ada kelegaan yang hadir walau tidak sepenuhnya karena aku tidak bisa melihat mereka secara langsung dan memeluk mereka. Rasa syukur mengaliri rongga dada manakala aku selesai membaca tulisan tersebut. Walaupun terpisah oleh jarak, tapi aku mempunyai orangtua dan keluarga yang selalu mendukungku. Aku kemudian berpikir, bagaimana halnya dengan seorang Baga? Adakah menulis surat yang ditujukan kepada orang yang (seolah-olah) dianggapnya Ibu tersebut sudah cukup melegakannya?
Tak dapat kubayangkan kepedihan yang melanda hati Baga. Jangankan bertemu dengan Ibunya, gambaran wajahnya saja dia tidak punya. Tidak ada nama, tidak ada alamat, tidak ada foto, lalu bagaimana Baga bisa menemukan Ibunya dan mengobati kerinduannya?

Wajar saja jika kemudian seorang teman saya tersebut berempati dengan penderitaan Baga. Karena pada hakekatnya semua manusia mempunya hati. Namun apa yang bisa kita lakukan untuk membantu Baga-Baga yang ada di jalanan? Untuk meringankan kerinduannya pada sang Ibu?

About taufandhargoblog

Even Strom Have A Love

Tinggalkan komentar